Angin
berhembus dengan kekuatan sedang, mengibarkan ujung – ujung jilbab yang aku
kenakan. Entah mengapa, angin ini terasa sangat asing, selayaknya aku duduk di
suatu tempat yang asing sambil memandang ke halaman luar rumah. Sinar matahari
yang mulai meredup pun terasa begitu berbeda. Tidak seperrti yang biasa menerpa
kulitku, Mungkin memang hal – hal yang alami tidak selamanya terasa familiar.
Seperti
itu lah yang terasa berada dalam benakku, tidak semuanya memang berjalan seperti
yang diharapkan maupun direncanakan. Perubahan kehidupan begitu terasa
sekarang. Bukan diriku yang memberontak dan melemahkan jiwaku sendiri, namun
justru orang – orang terdekat lah yang mulai mencemoohku. Menganggap sekarang
kesejahteraan finansialku runtuh tatkala kontrak kerja sudah selesai aku
lakoni. Menganggap bahwa aku sekarang sengsara dengan tidak adanya jaminan
keuangan setiap bulannya. Dan mulai mencibirkan bisnis yang mulai aku rintis
tidak akan tumbuh dan besar hingga mampu menghidupiku dan menghidupi orang –
orang disekitarku.
Tidak
perlu aku memungkiri semua yang mereka katakan. Memang benar bagi pandangan
orang – orang, kesejahteraan tentu saja dinilai dari keterjaminan ekonomi. Dan memulai
bisnis memang tidak menjanjikan masa depan yang mudah. Tidak memungkiri pula,
semua hal itu membuatku merasa dihempaskan jauh ke bawah hingga nafasku sesak
dan gambaran masa depan mulai memudar. Dan kini pun aku merasakannya, sendiri
menghadapi tantangan hidup, sempat membuatku merasa terpuruk. Menarik diri dan
perasaanku untuk tidak berfikir apa – apa ddan membiarkannya mengalir bagaikan
air.
Keadaan
seperti yang aku rasakan tentu saja tidak dapat dielakka dan merupakan hal yang
wajar bagi kehidupan manusia. Roda kehidupan tentu saja selalu berputar. Biarkan
saja mereka mengatakan apapun yang mereka inginkan. Karena sesungguhnya mereka
tidak pernah tau apa yang sesungguhnya aku bangun. Sudah hal yang wajar jika
batinku berteriak tidak terima diperlakukan seperti itu. Tapi aku yakin, orang
hebat dan sukses terlahir dari cerita panjang dan penuh dengan pahit dan getir
perjuangan.
Hanya
mereka yang mampu bertahan dan menjadikan cemoohan dan hinaan itu menjadi
cambuk yang melecutkan semangat menuju realisasi cita dan visi yang dibangun
dengan begitu indahnya. Dan aku yakin, suatu saat nanti cemoohan itu akan
berubah menjadi doa. Amin.
Yogyakarta, 27 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar