Senin, 27 Januari 2014

Suatu Saat di Titik Terendah



Angin berhembus dengan kekuatan sedang, mengibarkan ujung – ujung jilbab yang aku kenakan. Entah mengapa, angin ini terasa sangat asing, selayaknya aku duduk di suatu tempat yang asing sambil memandang ke halaman luar rumah. Sinar matahari yang mulai meredup pun terasa begitu berbeda. Tidak seperrti yang biasa menerpa kulitku, Mungkin memang hal – hal yang alami tidak selamanya terasa familiar.
Seperti itu lah yang terasa berada dalam benakku, tidak semuanya memang berjalan seperti yang diharapkan maupun direncanakan. Perubahan kehidupan begitu terasa sekarang. Bukan diriku yang memberontak dan melemahkan jiwaku sendiri, namun justru orang – orang terdekat lah yang mulai mencemoohku. Menganggap sekarang kesejahteraan finansialku runtuh tatkala kontrak kerja sudah selesai aku lakoni. Menganggap bahwa aku sekarang sengsara dengan tidak adanya jaminan keuangan setiap bulannya. Dan mulai mencibirkan bisnis yang mulai aku rintis tidak akan tumbuh dan besar hingga mampu menghidupiku dan menghidupi orang – orang disekitarku.
Tidak perlu aku memungkiri semua yang mereka katakan. Memang benar bagi pandangan orang – orang, kesejahteraan tentu saja dinilai dari keterjaminan ekonomi. Dan memulai bisnis memang tidak menjanjikan masa depan yang mudah. Tidak memungkiri pula, semua hal itu membuatku merasa dihempaskan jauh ke bawah hingga nafasku sesak dan gambaran masa depan mulai memudar. Dan kini pun aku merasakannya, sendiri menghadapi tantangan hidup, sempat membuatku merasa terpuruk. Menarik diri dan perasaanku untuk tidak berfikir apa – apa ddan membiarkannya mengalir bagaikan air.
Keadaan seperti yang aku rasakan tentu saja tidak dapat dielakka dan merupakan hal yang wajar bagi kehidupan manusia. Roda kehidupan tentu saja selalu berputar. Biarkan saja mereka mengatakan apapun yang mereka inginkan. Karena sesungguhnya mereka tidak pernah tau apa yang sesungguhnya aku bangun. Sudah hal yang wajar jika batinku berteriak tidak terima diperlakukan seperti itu. Tapi aku yakin, orang hebat dan sukses terlahir dari cerita panjang dan penuh dengan pahit dan getir perjuangan.
Hanya mereka yang mampu bertahan dan menjadikan cemoohan dan hinaan itu menjadi cambuk yang melecutkan semangat menuju realisasi cita dan visi yang dibangun dengan begitu indahnya. Dan aku yakin, suatu saat nanti cemoohan itu akan berubah menjadi doa. Amin.

Yogyakarta, 27 Januari 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar