Minggu, 27 April 2014

Saya Memutuskan. Saya Wirausaha


Kata orang, agar Indonesia bisa maju, harus punya wirausaha kurang lebih 2% dari jumlah penduduk Indonesia. Dan sekarang pun jamannya semua institusi punya program pengembangan wirausaha. Mulai dari pendidikan, koperasi, perindustrian, bahkan hingga pemuda dan olahraga. Akibatnya, banyak yang latah untuk entah ikut – ikutan atau memang benar – benar dari hati menyatakan diri saya akan memulai usaha. Padahal menurut analisis dan pengalaman pribadi saya, menjadi wirausaha itu sungguh sulit. Jangankan menjadi wirausaha, memutuskan menjadi wirausaha saja sudah sedemikian susah.
Saya memulai kehidupan di dunia industri sejak masuk ke bangku SMK. Mengenyam pendidikan di jurusan kimia industri mulai membuat saya akrab dengan dunia itu. Dilanjutkan lagi dengan kuliah berikatan dinas sebagai penyuluh industri kecil. Rasa – rasanya membuta saya semakin lengket saja dengan dunia industri. Selama menjadi penyuluh industri, saya banyak belajar dari industri kecil dan menengah yang menjadi dampingan saya. Dan sedikit demi sedikit saya terapkan dalam kehidupan pribadi.
Berbicara tentang motif membuka usaha, tentu sangat berbeda – beda. Tetapi saya akui bahwa di level industri kecil dan menengah yang saya dampingi, sebagian besar motif mereka adalah meneruskan usaha keluarga dan atau mengikuti jejak tetangga. Jika tetangga memiliki usaha emping melinjo misalnya, maka tetangga yang belum bekerja akan belajar dan memulai usaha emping melinjo pula hingga akhirnya terbentuk suatu sentra industri.
Bagi anak muda, memulai usaha dan menjadi wirausaha baru itu seperti sebuah trend. Banyak institusi yang menyelenggarakan kompetisi wirausaha yang akhirnya menelurkan wirausaha – wirausaha baru yang bahkan memiliki usia yang sangat muda. Saya berharap rekan – rekan pengusaha muda ini memang fokus dan serius dalam menjalankan usahanya. Bagaimana tidak? Saya sendiri juga merasakan. Ikatan dinas yang hanya 2 tahun dan diharapkan menjadi wirausaha pasca kontrak memang menjadi pilihan sulit bagi rekan – rekan satu profesi di seluruh nusantara yang notabene merupakan kaum intelektual yang telah mengenyam bangku kuliah.
Sebuah kondisi yang memang lumrah ketika rekan – rekan saya banyak yang memilih untuk bekerja di perusahaan besar. Jaminan gaji tetap bulanan dan pekerjaan yang jelas memang sangat menyenangkan bagi anak muda yang menatap masa depan dengan begitu indahnya. Tetapi saya juga tidak menyalahkan mereka karena hidup itu adalah pilihan bagi masing – masing orang. Yang menjadi pembelajaran disini adalah bahwa motivasi menjadi wirausaha itu sedemikian sulit untuk ditumbuhkan.
Kemudian muncul satu aliran pemahaman lagi, saya mau bekerja tapi sambil berwirausaha. Sayangnya saya bukan yang memahami aliran itu, bahkan seringkali saya menjadi pihak yang menentang paham seperti itu. Saya selalu berpaham bahwa sesuatu yang tidak fokus, tidak akan menghasilkan sesuatu yang optimal. Saya berpendapat bahwa karyawan itu memiliki keterikatan waktu dengan pemberi kerjanya. Ketika selesai bekerja tentu tenaga dan pikiran sudah terkuras dan akhirnya hanya menyisakan lelah. Dalam kondisi seperti itu, bagaimana bisa berwirausaha, memikirkan produksi, karyawannya, belum mencari jaringan dan pasar. Berat sungguh jika memang bisa dilakoni oleh orang yang super. Oleh karena itu, saya memutuskan saya mau jadi wirausaha. Titik. No compromized.
Sebagai orang yang berpassion di dunia usaha dan sudah memulai usaha baru, saya bukan orang yang lantas mengesampingkan pendidikan. Bagi saya pendidikan itu amat sangat penting sekali. Buktinya, selama masih kontrak ikatan dinas pun saya sudah melanjutkan kuliah saya dan selesai kontrak saya juga selesai kuliah. Namun sayangnya hal ini justru menimbulkan tantangan pula. Pemahaman orang tua dan keluarga bahwa kaum yang mengenyam bangku kuliah nantinya lantas melamar pekerjaan di perusahaan besar menjadi tantangan dan tamparan keras bagi saya. Sedih saat dikatakan “kalau kamu berwirausaha, kuliah kamu buat apa”, rasanya benar – benar seperti ditampar. Tetapi memang seperti itu lah. Membuat keputusan untuk menjadi wirausaha itu luar biasa susah karena keputusan itu berarti sebuah keputusan total dimana fokus waktu, tenaga dan pikiran harus tercurah sepenuhnya untuk usaha. Tidak hanya sebatas itu, bahkan harus melabeli diri dengan sebutan “bakul” dan menerima pandangan status seperti pengangguran karena tidak berangkat pagi pulang sore dari kantor. Tetapi ini lah saya, saya bangga dengan menjadi wirausaha, karena saya berorientasi pada masa depan dan kebermanfaatan.

Yogyakarta, 27 April 2014


Senin, 27 Januari 2014

Suatu Saat di Titik Terendah



Angin berhembus dengan kekuatan sedang, mengibarkan ujung – ujung jilbab yang aku kenakan. Entah mengapa, angin ini terasa sangat asing, selayaknya aku duduk di suatu tempat yang asing sambil memandang ke halaman luar rumah. Sinar matahari yang mulai meredup pun terasa begitu berbeda. Tidak seperrti yang biasa menerpa kulitku, Mungkin memang hal – hal yang alami tidak selamanya terasa familiar.
Seperti itu lah yang terasa berada dalam benakku, tidak semuanya memang berjalan seperti yang diharapkan maupun direncanakan. Perubahan kehidupan begitu terasa sekarang. Bukan diriku yang memberontak dan melemahkan jiwaku sendiri, namun justru orang – orang terdekat lah yang mulai mencemoohku. Menganggap sekarang kesejahteraan finansialku runtuh tatkala kontrak kerja sudah selesai aku lakoni. Menganggap bahwa aku sekarang sengsara dengan tidak adanya jaminan keuangan setiap bulannya. Dan mulai mencibirkan bisnis yang mulai aku rintis tidak akan tumbuh dan besar hingga mampu menghidupiku dan menghidupi orang – orang disekitarku.
Tidak perlu aku memungkiri semua yang mereka katakan. Memang benar bagi pandangan orang – orang, kesejahteraan tentu saja dinilai dari keterjaminan ekonomi. Dan memulai bisnis memang tidak menjanjikan masa depan yang mudah. Tidak memungkiri pula, semua hal itu membuatku merasa dihempaskan jauh ke bawah hingga nafasku sesak dan gambaran masa depan mulai memudar. Dan kini pun aku merasakannya, sendiri menghadapi tantangan hidup, sempat membuatku merasa terpuruk. Menarik diri dan perasaanku untuk tidak berfikir apa – apa ddan membiarkannya mengalir bagaikan air.
Keadaan seperti yang aku rasakan tentu saja tidak dapat dielakka dan merupakan hal yang wajar bagi kehidupan manusia. Roda kehidupan tentu saja selalu berputar. Biarkan saja mereka mengatakan apapun yang mereka inginkan. Karena sesungguhnya mereka tidak pernah tau apa yang sesungguhnya aku bangun. Sudah hal yang wajar jika batinku berteriak tidak terima diperlakukan seperti itu. Tapi aku yakin, orang hebat dan sukses terlahir dari cerita panjang dan penuh dengan pahit dan getir perjuangan.
Hanya mereka yang mampu bertahan dan menjadikan cemoohan dan hinaan itu menjadi cambuk yang melecutkan semangat menuju realisasi cita dan visi yang dibangun dengan begitu indahnya. Dan aku yakin, suatu saat nanti cemoohan itu akan berubah menjadi doa. Amin.

Yogyakarta, 27 Januari 2014


Minggu, 26 Januari 2014

Aku terus dan terus belajar


Sudah hampir di penghujung bulan Januari 2014. Tandanya sudah hampir satu bulan aku menjalani kehidupan bukan sebagai pegawai. Memang suatu hal yang membosankan ketika dulu berjubel aktifitas namun sekarang rasanya semua melompong dan banyak waktu luang. Tapi justru itu lah peluang yang akhirnya aku sadari sekarang. Dengan aktifitas berjubel, aku tak akan punya waktu untuk menulis, dengan aktifitas padat aku tak punya kesempatan untuk belajar.

Jumat, 17 Januari 2014

Januari 2014, Disini lah Aku akan Memulai


Bulan ini adalah bulan yang terasa melelahkan bagiku, bulan yang bergerak sangat perlahan dan sering membawaku dalam kegamangan. Bagaimana tidak, bulan januari ini sangat jauh berbeda dengan bulan – bulan sebelumnya yang selalu dipenuhi dengan padatnya aktifitas dan kenyataan bahwa aku memainkan berbagai peran dalam sebuah kehidupan. Aktifitas sebagai pegawai sekaligus mahasiswa dan seseorang yang sedang memulai usaha mandiri beserta program wirausaha mahasiswa yang menyertainya. Hidup seakan terus diburu oleh berbagai pekerjaan, urusan dan pertanggungjawaban.