Minggu, 10 April 2011

PEMANFAATAN ZAT WARNA ALAM UNTUK BAHAN TEKSTIL DAN TENUN


Penggalakan pemakaian zat warna alam yang dilakukan oleh negara – negara maju sangat menguntungkan kita karena negara kita kaya akan tumbuh – tumbuhan yang menghasilkanzat warna alam. Di mana zat warna itu berada dan bagaimana cara mendapatkannya?

Zat warna alam sudah dikenal sejak zaman nenek moyang kita dahulu. Pada saat itu, kondisi zat warna alam masih sangat sederhana dan punya banyak kelemahan, diantaranya proses pewarnaan mencapai 20 s.d. 30 kali. Warna yang dihasilkan pun monoton, yaitu warna biru dan cokelat, larutan ekstrak juga tidak stabil karena akan ditumbuhi jamur ketika disimpan dalam waktu yang lama.

Namun kini zat warna alam yang berasal dari tumbuh – tumbuhan telah hadirdengan teknologi yang telah disempurnakan. Sehingga kelemahan – kelemahan yang terdapat dalam zat warna alam zaman dulu dapat dikurangi.

Pemanfaatan zat warna alam untuk behan tekstil maupun tenun menjadi salah satu alternatif pengganti zat warna berbahan kimia seperti naftol dan diazonium salt (garam diazonum) karena bahan – bahan pewarna tersebut dapat mencemari lingkungan serta diperkirakan dapat menyebabkan timbulnya penyakit kanker pada pemakainya.

Sejak 1 Agustus 1996, negara – negara maju seperti Jerman dan Belanda telah melarang penggunaan zat warna berbahan kimia. Larangan ini mengacu pada CBI (Centre for the promotion of Imports from Developing Countries) Ref. CBI/NB-3032 tertanggal 13 Juni 1996 tentang zat warna untuk pabrik clothing (pakaian) footwear ( alas kaki) dan bedlinen (spei / sarung bantal)

Dengan penggalakan pemakaian zat warna alam maka dapat membuka lapangan kerja baru di bidang penanaman tanaman penghasil zat warna alam dan pengolahan bahan pewarna alam bagi masyarakat atau para pengusaha yang tertarik ingin bergelut di bidang tersebut.

Sumber zat warna alam

Zat warna alam terdapat pada tumbuh – tumbuhan di bagian batang, ranting, daun, bunga, buah, kulit buah, akar, kulit akar, kulit batang dan galih (cambium)

Daun
Zat warna alam pada daun sebaiknya diambil saat daun masih segar dan dipetik pada pagi hari karena pada waktu pagi tumbuh – tumbuhan sedang melakukan aktivitas asimilasi. Sehingga colouring materal-nya terdapat pada saat puncak (maksimal). Adapun daun yang sering digunakan adalah dar indigofera tinctoria (tom), daun mangga, daun jambu, dan daun alpukat.

Bunga
Bunga akan menghasilkan warna yang sangat cerah apabila baru dipetik kemudian direbus. Apabila dalam keadaan layu akan menghasilkan warna yang soft tidak secerah bunga segar. Adapun bunga yang dapat dipergunakan diantaranya adalah bunga putri malu, sri gading dan kembang ceplok piring.

Batang
Zat warna alam dibagian batang sangat besar potensinya. Hampir semua tumbuh – tumbuhan yang hidup di hutan dapat digunakan untuk zat pewarna alami. Semakin tua usia tumbuh – tumbuhan semakin maksimal kandungan colouring material-nya. Adapun tumbuh – tumbuhan yang mengandung zat warna alam di bagian batang diantaranya adalah secang atau kayu merah, nangka, mahoni, dan kayu jawa (Ambora amboinesis)

Kulit batang
Zat warna alam yang terdapat pada kulit batang potensinya juga cukup besar, yaitu terdapat pada tumbuh – tumbuhan yang dapat hidup di seluruh wilayah nusantara diantaranya adalah jambal, mangga, nyirih (Xylocarpus granatum), mahoni, turi dan akasia.

Buah, kulit buah dan biji buah
Sumber zat warna alam yang terdapat pada buah dan kulit buah diperoleh pada saat musim buah. Tumbuh – tumbuhan yang mengandung zat warna alam pada bagian buah dan kulit buah adalah lobi – lobi, kelapa, manggis, somba, dan jalawe (Terminalia berlerica)

Akar dan Kulit Akar
Zat warna alam yang terdapat pada akar dan kulit akar diantaranya terdapat pada tumbuhan pace atau mengkudu, kunyit, oyot tikel balung, pismalti (Jasminium humile) dan bhanel (Geranium nepaleuse)

Cara pengolahan zat warna alam
Pengolahan atau pengambilan zat warna alam dari tumbuh – tumbuhan dilakukan melalui 2 cara yaitu ekstraksi dan fermentasi

Ekstraksi
Bahan yang berasal dari batang, ranting, kulit akar, daun, buah, kulit buah, bji ataupun bunga dipotong – potong kecil membentuk chips, agar zat warna yang terkandung di salamnya dapat keluar secara maksimal. Hal ini sesuai denga prinsip ekstrasi untuk mengeluarkan zat warna yang terdapat pada tumbuh – tumbuhan yakni semakin kecil ukuran suatu benda, semakin besar daya larutnya pada saat perebusan atau ekstraksi.


Fermentasi
Pengambilan zat warna alam secara fermentasi (pembusukan) hanya berlaku untuk jenis zat pewarna indigotin yang terdapat pada tumbuh – tumbuhanIndigofera tinctoria. Adapun proses pengolahan daun indigofera tinctoria menjadi pasta indigofera yang siap untuk pencelupan dengan sistem fermentasi sebagai berikut:
1. Daun dan ranting indigofera tinctoria dipotong pada pagi hari
2. Lalu direndam dalam bak atau ember hingga daunnya terendam selama 24 jam
3. Kemudian ranting dan daun diambil lalu larutan dikebur dengan cara mengambil dan menuang larutan dengan penakar sambil diberi kapur tohor. Lama pengeburan selama dua jam. Kemudian didiamkan selama 24 jam, setelah itu lautan disaring dan akan dihasilkan pasta indigo untuk disimpan dan sewaktu waktu dapat digunakan untuk pewarnaan
Cara melarutkan indigopasta:
1. Timbang indigo pasta sebanyak 1 kg
2. Timbang gula aren atau gula merah sebanyak 0,5 kg
3. Larutkan gula tersebut dengan 2 liter air dengan menggunakan pemanasan maupun tidak
4. Larutan gula didinginkan, setelah dingin indigo pasta dimasukkan ke dalam larutan gula dan didiamkan selama 24 jam. Larutan indigo siap untuk digunakan dalam pewarnaan kain dan barang kerajinan lainnya.

dar: berbagai sumber